Kamis, 22 Agustus 2013

Wirid dalam rangka untuk mengingat ALLAH SWT


Dengan mengingat Allah, hati kita akan menjadi tenteram. Wirid merupakan salah satu bentuk dari dzikir, yang tujuannya adalah untuk mengingat Allah. Dibawah ini adalah bacaan wirid pendek, yang bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Subhaanallaahi wabihamdih, 100x sehari. Kalau kita baca tasbih: subhaanallaahi wabihamdih (maha suci Allah, dan segala puji bagi-Nya) 100x, maka, dosa kita akan dihapus oleh Allah SWT. Sedangkan yg bikin kita di antaranya, jadi sulit rizki, susah hidup, banyak bala, banyak masalah, penyakitan, miskin, adalah dosa. 

Laa hawla walaa quwwata illaa billaah. Baca ini wirid. Sehari 100x dah. Atau 300x. Anti galau, he he he. Anti susah. Hajat juga gampang kekabulnya.  Nama lain wirid ini: Hawqolah. Melambangkan ketidakberdayaan di hadapan Allah. Bagus untuk nenangin pikiran, perasaan, menghilangkan ketakutan, kepenatan.

Ucapan astaghfirullah, juga merupakan amalan wirid, manfaatnya yaitu sebanyak apapun dosa insyaalah akan diampuni olehNYa.  biasain baca. Sekurang2nya 70 apa 100x gitu sehari.

Amalan atau wirid yang terakhir yakni shalawat,  fadhilahnya atau keutamaannya banyak banget. Shalawat ini amalan Allah dan para malaikat. Ya, Allah dan para malaikat, bershalawat kepada Nabi Muhammad. MasyaAllah kan? Luar biasa. Kita kalo mau sukses, nyontoh yang dilakukan orang-orang sukses. Nah ini, lebih daripada amalan orang sukses. Ini amalannya Allah dan para malaikat-Nya! Ga tanggung2 kan? Amalin dah. Shalawat juga sekurang2nya 100x. Jangan pelit2. Shalawat yang paling ringan: Allaahumma shallii 'alaa Sayyidinaa Muhammad wa 'alaa aali Sayyidinaa Muhammad. Disiplinin juga ngamalinnya. 

 Semoga amalan tau wirid wirid diatas bisa didawamin oleh semua orang yang membaca tulisan saya ini karena banyak manfaatnya bagi kehidupan kita. Aamiiin (Luthfi Noor)

Rabu, 21 Agustus 2013

Kupatan di AIR TERJUN MONTEL Kudus

Kupatan merupakan salah satu tradisi Jawa yang berlangsung satu Minggu setelah hari raya Idul Fitri. Dinamakan kupatan karena sebagian besar masyarakat jawa membuat kupat (ketupat) pada hari raya ke-8.

Tradisi ini sangat terasa jika kita berada di kota Kudus, Jepara, Pati, Demak, Kendal dan daerah-daerah yang lain terutama Pantura. Karena di hari kupatan (hari ke-8 bulan syawal)  masyarakat Kudus, Jepara dan sekitar merayakan kupatan dengan mengunjungi tempat-tempat tertentu, misalnya Bulusan di Kudus, pantai Kartini dan Bandengan di Jepara. Tempat tersebut sampai sekarang masih menjadi tempat favorit untuk menghabiskan hari raya kupatan.

Luthfi dan teman teman SD N 01 dan 02 angkatan 1994 berencana melaksanakan Kupatan di Kudus dengan tujuan Gunung Muria. Tujuan yang pertama yaitu Makam Sunan Muria, ditempat tersebut Luthfi Cs berziarah ke makam sunan Muria. setelah selesai ziarah tujuan berikutnya adalah air terjun Montel.



Terletak di lereng Gunung Muria Kabupaaten Kudus nama "Montel" berasal. Sebuah air terjun di pegunungan muria yang mengalir pada sungai "kali gelis".

Montel merupakan objek wisata air terjun yang menjadi sasaran pengunjung di Kudus selain dari menara kudus. Tempat yang masih asri membuat montel nyaman di kunjungi, banyak pepohon dan batu besar disana.

Biasanya pengunjung Montel Muria adalah orang-orang yang berasal dari makam sunan muria, karena selain montel pada Gunung Muria disana juga terdapat makam Syeikh Raden Umar Sa'id (Sunan Muria).

Di Montel kita akan menjumpai air tiga rasa, tak jarang pengunjung membawa botol plastik untuk membawa pulang, namun ada juga pengunjung yang langsung minum dari mata air. Selain itu kita juga disungguhi pemandangan indah kabupaten Kudus.

Jangklong adalah buah tangan yang tak pernah lupa dibeli saat berada di Gunung Muria, merupakan sebuah  umbi khas dari muria yang mempunyai rasa manis. Namun dibalik kayanya gunung muria tersimpan kepiluan. Tempat yang terawat dan sedikitnya fasilitas disana membuat objek wisata ini kurang nyaman. (Luthfi Noor)


Senin, 19 Agustus 2013

Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter yang didengung-dengungkan oleh pemerintah sejak beberapa tahun kebelakangan ini sejatinya adalah harapan yang diimpikan oleh siapapun juga warga nusantara.

Sejak Ki Hajar Dewantoro bahkan tokoh-tokoh kemerdekaan sebelum beliau, sampai Founding Father bangsa Indonesia Sukarno yang mencanangkan Nation and Character Building, sehinggalah pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudoyono yang ingin melihat dan membuktikan klaim bahwa kita adalah bangsa yang mendaku (Mendakwa dan mengaku): Bangsa yang beragama, sopan santun, ramah tamah, tekun, berbudi dan berbudaya adi luhung.

Bangsa Indonesia yang kita harapkan bersama, bukanlah bangsa yang angkuh, kasar, nggak jelas (random), biadab, tak berbudi dan tak berbudaya (uncivilized), maupun sebutan-sebutan lain yang semakna dengan itu.

Kita bangga bahwa Nusantara sudah dikenal oleh bangsa-bangsa lain di dunia sejak berabad-abad lamanya sejak mereka menyebut Srivijaya dan Swarna Dwipa, maupun Majapahit dan Jawa Dwipa, nenek moyang kita dahulu meninggalkan kepada kita warisan-warisan yang luhur sehingga bangsa-bangsa mengenalnya sampai sekarang.

Sejak dulu pula bangsa kita dikenal karena karakter dan sifat serta kepribadiannya, persis seperti yang dikatakan oleh penyair terkenal Mesir Ahmad Syauqi dalam bait syairnya: Sesungguhnya keberadaan suatu bangsa (dikenal oleh bangsa-bangsa lain) ditentukan oleh karakter/akhlaknya, jika karakter/akhlaknya hilang, maka lenyaplah keberadaan bangsa tersebut.

Pertanyaannya, bagaimanakah kalau kita melihat yang ada dilapangan adalah berbeda dan sudah berubah dari kondisi ideal bangsa kita ? Penulis cenderung melihat bahwa ini adalah gejala menyimpang (anomaly) dari hasil pendidikan yang kita lakukan dan kita harapkan selama ini.

Pendidikan di Indonesia pada umumnya lebih menghasilkan kepada output yang sekuler materialistis dibandingkan dengan output yang berkarakter/berakhlak mulia.

Oleh karenanya pencanangan pendidikan karakter yang digagas dan dibangkitkan kembali oleh pemerintah sudah sepatutnya kita sebagai warga pendidik maupun warga masyarakat secara umum wajib untuk mendukung dan mensukseskannya.

Lebih-lebih momentum itu bertepatan dengan semangat hari pendidikan nasional yang sedang kita peringati sekarang-sekarang ini.

Sumber Pendidikan Karakter

Banyak yang mengatakan sebenarnya muatan utama dalam pendidikan karakter adalah sama ketika kita menyebutnya dengan berbagai macam variasi sebutan, diantaranya: etika, moral dan susila.

Padahal kalau kita mau menelusuri dan mencari sumbernya, ternyata akan berbeda. Dan penulis lebih suka untuk memilih akhlak sebagai padanan untuk pendidikan karakter yang kita inginkan dalam wacana dunia pendidikan kita.

Secara ringkas bisa dijelaskan, pengertian Etika; berasal dari Yunani: Ilmu yang mengajarkan tentang baik dan buruk tentang adat kebiasaan dan tingkah laku manusia. Moral;berasal dari bahasa Latin:Tentang kebiasaan adat istiadat dan tingkah laku manusia yang baik dan buruk.

Susila; berasal dari bahasa Sansekerta: Su artinya baik dan Sila artinya prinsip, dasar atau aturan, yaitu; Kehidupan manusia yang sesuai dengan norma aturan yang baik. Intinya dari ketiga istilah tersebut, muaranya adalah kepada kebiasaan adat istiadat dan tingkah laku manusia yang baik atau buruk.

Agak sedikit berbeda dengan akhlak yang bersumber dari Islam dan Arab. Ibnu Maskawaih dalam Tahdzibul Akhlak mendefinisikan akhlak: Keadaan jiwa yang mengajak seseorang kepada suatu perbuatan tanpa adanya pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu.

Hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh al-Ghozali dalam Ihya' Ulumuddinnya, yang mengatakan: Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang menimbulkan perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan proses pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu.

Dari pengertian diatas ada sedikit perbedaan, kalau etika, moral dan susila diberikan definisinya dengan perkataan baik atau buruk, sedangkan dalam pengertian akhlak, Ibnu Maskawaih dan al-Ghozali tidak mencantumkan baik dan buruk, tapi sebaliknya lebih menjelaskan kepada sifat atau kepribadian.

Bagi penulis, perbedaan ini disebabkan karena sumbernya yang berbeda. Kelompok etika, moral dan susila menekankan pengertiannya dengan baik dan buruk, karena menurut falsafah mereka, sesuatu yang disebut baik atau buruk itu sumber penilainnya adalah manusia, akal, hati dan masyarakat (tradisi kebiasaan).

Jadi, tidak universal dan tidak ada kepastian apakah itu baik atau buruk. Bisa jadi di Eropa sesuatu perilaku dinilai baik, belum tentu di Asia perilaku itu baik, tergantung manusia dan bahkan kepentingannya. Contoh mudahnya, mungkin baik bagi Amerika membombardir Iraq atau Afghanistan, bagi bangsa-bangsa yang lain belum tentu baik.

Lain halnya dengan akhlak, yang didefinisikan cenderung kepada sifat, perangai atau kepribadian. Ini mendekati kepada pengertian karakter yaitu jati diri seseorang sebagaimana yang diberikan oleh suparlan (www.suparlan.com) ketika mengutip makna karakter dari (www.educationplanner.org): character is the sum of all the qualities that make you who you are.

Tidak disebutkannya dalam pengertian itu baik dan buruk, karena akhlak sumber nilainnya jelas dan universal.

Dalam khazanah ajaran Agama Islam, penilaian baik buruk itu sumbernya adalah al-Quran dan al-Hadits, Allah Tuhan yang menciptakan manusia dan Rosulullah Muhammad SAW manusia pilihan yang Akhlaknya dipuji oleh Allah:

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berakhlak (berkarakter) mulia nan agung. (QS al-Qalam:4), serta manusia yang diutus untuk mendidik akhlak manusia sebagaimana bunyi hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan (mendidik) akhlak manusia.

Makna Kemerdekaan dalam Kaca Mata Sosiologi

Bulan Agustus adalah bulan yang sangat berarti bagi bangsa Indonesia. Setiap bulan ini bangsa Indonesia merayakan sebuah peristiwa yang sangat bersejarah yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945, yaitu diproklamirkannya Kemerdekaan Republik Indonesia. Sampai hari ini bangsa Indonesia telah menikmati alam kemerdekaan selama 62 tahun dan telah mengisinya dengan berbagai aktifitas sebagaimana diamanatkan oleh pendiri bangsa ini. 

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya, maka perhatian dan penghormatan pada para pahlawan juga telah menjadi tradisi yang hidup pada bangsa besar Indonesia. Bahkan dari waktu ke waktu lingkup kepahlawanan ini pun telah diperluas. Ada pahlawan nasional, ada pahlawan kemerdekaan, ada pula pahlawan Revolusi. Penghargaan kepada para pahlawan bukanlah dalam bentuk pengkultusan individu tertentu, tetapi wujud rasa hormat kepada individu yang telah memperlihatkan pengabdian, pengorbanan, serta jasa tanpa pamrih bagi kejayaan nusa dan bangsa yang diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan berbagai aktifitas pembangunan yang didasari oleh semangat dan karakter kepahlawanan. Esensi dari karakter kepahlawanan adalah kerelaan untuk berbuat sesuatu yang ditujukan untuk mencapai cita-cita besar bangsanya diiringi dengan kesediaan untuk mempertaruhkan jiwa dan raga untuk menuju keadilan soial.


Dan saat ini sebagai generasi penerus bangsa, hanya tinggal menikmati dan mengisi kemerdekaan ini
dengan apa yang sudah didapatkan dalam arti menjadi orang yang tangguh, bekerja keras, ikhlas, jujur, cerdas,

bermanfaat untuk keluarga, lingkungan dan menjadi pemuda pemudi harapan bangsa sehingga yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosial.

Kegiatan pembangunan dibidang kesejahteraan sosial diarahkan terutama kepada dua sasaran pokok : pertama, membantu merehabilitir angggota-anggota masyarakat yang terlambat kesanggupannya baik jasmaniah, kejiwaan maupun sosial dan memberikan latihan-latihan yang diperlukan, agar mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang layak serta dapat turut berpartisipasi dalam usaha-usaha pembangunan. Kedua, mendorong berkembangnya kesadaran dam, kemampuan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan, sehingga diharap kan makin meningkatnya usaha membangun oleh masyarakat sendiri.

DIRGAHAYU INDONESIA, HUT RI yang ke-68  

MERDEKA