Jumat, 28 September 2012

PERSEBARAN KESENIAN UKIR DI JAWA TENGAH


Abstract


Carving art is one element of culture. This art is owned by every province in Indonesia, one of them is Central Java. Some of area that have carving potential are Semarang, Klaten, Sukoharjo, Kudus, Rembang, Blora, Sragen, and Jepara. Jepara’s carving art is the most popular carving art of others because it has good quality and special characteristic.Jepara is the centre of carving art in Central Java. Spread pattern of this art is dot form. This pattern is caused by development of knowledge and technology about carving, transportation tools, and natural resources which easy to get.


Kata Kunci : Art, Carving, Culture.




PENDAHULUAN
            Indonesia adalah Negara yang majemuk, yang memiliki beraneka ragam bahasa, suku bangsa, agama, ras dan budaya. Kebudayaan daerah di seluruh wilayah Indonesia merupakan cikal bakal lahirnya kebudayaan nasional. Keanekaragaman kebudayaan daerah akan memperkaya khasanah

budaya Indonesia, untuk mengembangkan dan mengangkat citra bangsa Indonesia. Kebudayaan merupakan keseluruhan system gagasan, tindakan, hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaranigrat, 1990 : 180). Salah satu unsur kebudayaan adalah kesenian. Dipandang dari sudut cara kesenian sebagai ekspresi hasrat manusia akan keindahan itu dinikmati, maka ada dua lapangan besar, yaitu 1) seni rupa, atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan mata, dan 2) seni suara, atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan telinga. Dalam lapangan seni rupa ada seni patung, seni relief (termasuk seni ukir), seni lukis serta gambar, dan seni rias. Seni suara ada seni vocal, seni instrumental dan seni sastra. Dalam hal ini, yang akan kita fokuskan adalah seni ukir. Seni Ukir merupakan gubahan dari bentuk-bentuk visual yang dalam pengolahannya mempunyai sifat kruwikan (Jawa) dengan susunan yang harmonis, sehingga memikiki nilai estetis. Seni ukir diwujudkan melalui bahan kayu, logam, gading , batu dan bahan-bahan lain yang memungkinkan untuk dikerjakan. Adapun bentuk-bentuk gubahan tersebut merupakan stilisasi dari bentuk alam yang meliputi tumbuh-tumbuhan, binatang, awan, air, manusia, dsb. Kerajinan Ukir adalah barang-barang ukiran atau hiasan yang dihasilkan oleh seseorang yang dalam perwujudannya memerlukan ketekunan, keterampilan, dan perasaan seni dengan cara di toreh / dipahat di atas kayu, batu, logam, gading, dsb. Sedangkan yang dimaksud dengan kerajinan ukir kayu adalah jenis kerajinan yang menggunakan teknik ukir pada bahan kayu (Wikipedia).
Kesenian ukir kayu sebagai salah satu kebudayaan daerah yang ada di Jawa Tengah harus mampu menjadi salah satu bagian kebudayan nasional. Hal ini di karenakan ukir kayu  sebagai kesenian daerah memiliki fungsi ekonomi dan fungsi social bagi masyarakat. Sebagai fungsi ekonomi, kita dapat melihatnya pada kerajinan ukir di Jepara. Jepara yang terkenal sebagai kota ukir, baik ditingkat nasional maupun internasional, mampu tumbuh menjadi kota industri dan mempunyai pendapatan yang besar dari kerajinan ukirnya yang dapat mendorong ekonomi masyarakat. Begitu juga dengan fungsi sosialnya. Kesenian ukir di Jawa tengah ini, dapat dikaji melalui pendekatan pola keruangan (spatial pattern analysis), dimana kita dapat mengetahui bagaimana karakteristik kesenian ukir di Jawa Tengah dan juga dapat mengetahui bagaimana  pola persebaran kesenian  ukir di Jawa Tengah ?
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Ukiran
Seni ukir atau ukiran merupakan gambar hiasan dengan bagian-bagian cekung (kruwikan) dan bagian-bagian cembung (buledan) yang menyusun suatu gambar yang indah. Pengertian ini berkembang hingga dikenal sebagai seni ukir yang merupakan seni membentuk gambar pada kayu, batu, atau bahan-bahan lain. Bangsa Indonesia mulai mengenal ukir sejak zaman batu muda (Neolitik), yakni sekitar tahun 1500 SM. Pada zaman itu nenek moyang bangsa Indonesia telah membuat ukiran pada kapak batu, tempaan tanah liat atau bahan lain yang ditemuinya. Motif dan pengerjaan ukiran pada zaman itu masih sangat sederhana. Umumnya bermotif geometris yang berupa garis, titik, dan lengkungan, dengan bahan tanah liat, batu, kayu, bambu, kulit, dan tanduk hewan. Pada zaman yang lebih dikenal sebagai zaman perunggu, yaitu berkisar tahun 500 hingga 300 SM. Bahan untuk membuat ukiran telah mengalami perkembangan yaitu menggunakan bahan perunggu, emas, perak dan lain sebagainya.Penggunaan bahan baru seperti itu merupakan penemuan baru.
Dengan penemuan baru dimaksudkan penemuan cara kerja, alat, atau prinsip-prinsip baru oleh seseorang individu yang kemudain diterima atau dipelajari oleh anggota lain dalam masyarakat, dan selanjutnya menjadi milik masyarakat. Secara konseptual istilah penemuan baru menurut Murdock (1969 : 117) dibedakan dalam discovery, invention, dan tentation.
 Dalam pembuatan ukirannya adalah menggunakan teknologi cor. Motif-motif yang di gunakan pada masa zaman perunggu adalah motif meander, tumpal, pilin berganda, topeng, serta binatang maupun manusia. Motif meander ditemukan pada nekara perunggu dari Gunung merapi dekat Bima. Motif tumpal ditemukan pada sebuah buyung perunggu dari kerinci Sumatera Barat, dan pada pinggiran sebuah nekara (moko dari Alor, NTT. Motif pilin berganda ditemukan pada nekara perunggu dari Jawa Barat dan pada bejana perunggu dari kerinci, Sumatera. Motif topeng ditemukan pada leher kendi dari Sumba. Nusa Tenggara, dan pada kapak perunggu dari danau Sentani, Irian Jaya. Motif ini menggambarkan muka dan mata orang yang memberi kekuatan magis yang dapat menangkis kejahatan. Motif binatang dan manusia ditemukan pada nekara dari Sangean. Setelah agama Hindu, Budha, Islam masuk ke Indonesia, seni ukir mengalami perkembangan yang sangat pesat, dalam bentuk desain produksi, dan motif. Ukiran banyak ditemukan pada badan-badan candi dan prasasti-prasasti yang di buat orang pada masa itu untuk memperingati para raja-raja. Bentuk ukiran juga ditemukan pada senjata-senjata, seperti keris dan tombak, batu nisan, masjid, keraton, alat-alat musik, termasuk gamelan dan wayang. Motif ukiran, selain menggambarkan bentuk, kadang-kadang berisi tentang kisah para dewa, mitos kepahlawanan, dll. Bukti-bukti sejarah peninggalan ukiran pada periode tersebut dapat dilihat pada relief candi Penataran di Blitar, candi Prambanan dan Mendut di Jawa Tengah. Saat sekarang ukir kayu dan logam mengalami perkembangan pesat. Dan fungsinyapun sudah bergeser dari hal-hal yang berbau magis berubah menjadi hanya sebagai alat penghias saja. Motif-motif pada ukiran kayu meliputi motif Pajajaran, Majapahit, Mataram, Pekalongan, Bali, Jepara, Madura, Cirebon, Surakarta, Yogyakarta, dan berbagai macam motif yang berasal dari luar Jawa.
Motif ukiran tradisional yang ada di Jawa sangat beraneka ragam coraknya sehingga untuk menganal satu persatu motif sangat sulit apabila kita tidak mengetahui pola dasarnya. Untuk itu pertama-tama yang perlu diketahui adalah corak corak perdaerah yaitu nama, bentuk dan ciri-ciri motif ukiran tersebut. Pada umumnya motif motif ukiran yang ada dijawa dan bali selalu menggunakan tehnik stilasi dari timbuhan-tumbuhan, binatang bahkan kadang -kadang juga manusia.

Motif Pajajaran

Ciri – Ciri Umum
Semua bentuk ukiran daun mulai dari daun pokok , dunn trubus , daun patran bunga buah dan sebagainya berbentuk cembung (bulat)
Cir – Ciri Khusus
  • Angkup. motif pajajaran ini mempunyai beberapa angkup yaitu (1). Angkup besar pada daun pokok (2).Angkup Sedang pada daun sedang (3). Angkup kecil pada daun trubusan.
  • Cula. Cula motif ini berbentuk melengkung menghadap kedepan.
  • Endong . Bentuk ukiran yang tumbuh berdampingan / dibelakn g daun pokok dengan ikal yang terdapat pada penghabisan ukiran daun endong tersebut .
  • Simbar. Mempunyai simbar sebagai pemanis ukiran daun pokok dengan bentuk khas pula.
  • Benangan. Benangan dalam ukiran daun poko berbentuk timbul seperti tangkai yang terdapat dimuka ukiran daun pokok, sedangkan benangan garis terdapat pada ukiran daun yang masih muda.
  • Pecahan. Pecahan garis berfungsi sebagai pemanis , menjalar pada daun pokok , daun dan pecahan cawen pada daun patran serta pecahan pada ukiran daun yang lain.

Motif Majapahit

Ciri – Ciri Umum
Semua bentuk ukiran daun, bunga dan buah berbentuk cembung dan cekung (Campuran).
Cir – Ciri Khusus
  • Angkup. Motif Majapahit ini memn]punayi angkup cekung dan ikal yang terdapat pada bagian atas sedangkan pada ujung angkup terdapat ikal sebagai akhir dari angkup tersebut.
  • Jambul Susun . Jambul sususn ini merupakan ciri khas yang terdapat pada motif majapahit . Jambul susun tersebut terletak dimuka pada daun pokok.
  • Daun Trubus .Daun trubus pada motif ini kebanyakan tumbuh di atas pada daun pokok..
  • Simbar. berbentuk seperti simbar yang terdapat [ada motif yang lain. juga berfungsi sebagai penamba keindahan saja.
  • Benangan. motif ini kadang – kadang mempunyai benangan rangkap disamping benangan garis.
  • Pecahan. seperti motif lainnya, pecahan pada motif majapahit mempunayi pecahan garis yang menjalar pada daun pokok dan pecahan cawen yang terdapat pada ukiaran daun patran, sehingga menambah kecntikan ukiran.

Motif Bali

Ciri – Ciri Umum
Semua bentuk ukiran daun, bunga dan buah berbentuk cembung dan cekung (campuran).
Cir – Ciri Khusus
  • Angkup. Seperti pada motif lainnya motif ini mempunyai angkup yang berikal pada ujungnya.
  • Sunggar .Sunggar ini hanya terdapat pada motif ini saja yang mana sunggar ini tumbuh dari ujung ikal benangan pada daun pokok.
  • Endong. Daun yang tumbuh dibelakang daun pokok seperti halnya endong yang terdapat pada motif Pajajaran dan Majapahit.
  • Simbar . Motif Bali ini juga mempunyai simbar seperti simbar yang terdapat pada moif Pajajaran dn Majapahit yang khas pula.
  • Daun Trubus . Daun trubus yang tumbuh pada motif ini tumbuh pada bagian atas yang membentuk dengan indahnya.
  • Benangan. Khusus pada motif ini benangannya berbentuk cembung dan miring sebagian , yang mana benangan ini tumbuh melingkar sampai ujung ikal.
  • Pecahan. Seperti halnya motif lainnya, pecahan pada motif majapahit mempunayi pecahan garis yang menjalar pada daun pokok dan pecahan cawen yang terdapat pada ukiaran daun patran, sehingga menambah kecntikan ukiran.

Motif Mataram

Ciri – Ciri Umum
Semua bentuk ukiran daun baik daun pokok maupu daun yang kecil – kecil berbentuk cekung ( Krawingan ). Bentuk ukiran daun motif ini berbentuk patran. Pada bagian ujung daun ada yang mempunyai ikal dan ada pula yang tidak berikal. Susunan daun motif ini biasanya bergerombol hingga menyerupai daun alam.
Cir – Ciri Khusus
  • Daun Trubus . bentuk daun trubus pada motif ini kebanyakan berbentuk bongkok. Daun trubus ini biasanya tumbuh dimuka benangan dan terhenti dibawah ikal daun, seolah olah menahan ikal duan tersebut.
  • Benangan. ada dua macam motif yaitu (1). Benangan Timbul (2). Benangan Garis.
  • Pecahan. dalam motif ini berbentuk pecahan cawen.Disamping pecahan cawen juga terdapat pecahan garis yang terdapat pada bagian yang menarik dari bentuk daun motif ini.

Motif Jepara

Ciri – Ciri Umum
Bentuk bentuk ukiran daun pada motif ini bentuk segitiga dan miring.
Cir – Ciri Khusus
  • Daun Pokok . Daun pokok motif ini mempunyai corak tersendiri , yaitu merelung -relung dan melingkar. Pada penghabisan relung tersebut terdapat daun yang mengerombol.
  • Bunga dan Buah . Bunga dan buah pada motif Jepara berbentuk cembung (bulatan) seperti buah anggur atau buah wuni yang disusun berderet atau bergerombol . Bunga ini sering terdapat pada sudut pertemuan relung daun pokok atau terdapat pada ujung relung yang dikelilingi daun-daunnya , sedangkan bunganya mengikuti bentuk daunnya.
  • Pecahan. Pada pecahan ukiran daun motif ini terdapat 3 pecahan garis yang mengikuti arah bentuk daun , sehingga tampak seperti sinar.

Motif Cirebon

Ciri – Ciri Umum
Bentuk ukiran daun motif ini berbentuk cembung dan cekung (campuran). corak motif ukiran ini ada yang berbentuk karang ada pula yang berbentuk awan , menyerupai ukiran tiongkok . Ukiran corak ini kurang begitu dikenal , karena ukiran ini kebanyakan hanya dipakai untuk hiasan bangunan rumah saja.
Cir – Ciri Khusus
  • Angkup .Motif ini mempunyai angkup yang pada bagian ujungnya melingkari ikal daun patran, yang tumbuh dimuka daun pokok.

Motif Pekalongan

Ciri – Ciri Umum
Bentuk ukiran motif pekalongan ini berbentuk cembung dan cekung (campuran) .
Cir – Ciri Khusus
  • Sunggar . Mempunyai sunggar bersusun berbentuk cembung yang sama bentuknya dengan angkup.
  • Benangan. Benangan motif ini menyerupai benangan yang ada pada motif pajajaran. Hanya kadang-kadang saja benangan motiff ini berbentuk daun.
  • Pecahan. Pecahan garis terdapat pada daun pokok sedangkan pecahan cawen terdapat pada daun yang cekung.

Motif Madura

Ciri – Ciri Umum
Pada garis besarnya bentuk ukiran daun madura ini melengkung dan terdapat ikal pada ujung daunnya . Pecahan cawen pada daun pokok menyerupai gergaji.
Cir – Ciri Khusus
  • Benangan. Pada ukiran daun poko terdapat benangan timbul yang menuju ke arah ikal pada ujung daun tersebut.
  • Pecahan. Pecahan garis mirip dengan motif Jepara.

Motif Yogyakarta

Ciri – Ciri Umum
Motif Yogyakarta terkenal dengan nama ukiran perak yogya, bentuk ini mengambil contoh dari daun pakis .
Cir – Ciri Khusus
  • Daun Pokok . Ukiran daun pokok berelung relung lemah gemulai dengan daun cembung dan cekung yang tumbuh pada relung tersebut. Pada akhir relung ini sering tumbuh bunga yang mekar dengan indahnya.

Motif Surakarta

Ciri – Ciri Umum
Bentuk Ukiran daun motif Surakarta diambil dari relung daun pakis yang menjalar bebas berirama. Daun-daunnya berbentuk cembung dan cekung (campuran).
Cir – Ciri Khusus
  • Bentuk Ukiran . Corak motif Surakarta seolah olah menggambarkan watak dan kepribadian si pencipta, disamping pengaruh yang ada disekitarnya. Hal ini terlihat pada keindahan dan keharmonisan tata cara Surakarta sehingga ukiran daun pada motif ini pun keliahatan indah harmonis.

Motif Semarangan

Ciri – Ciri Umum
Motif ini mempunyai daun pokok relung dengan bentuk ukiran daun campuran cembung dan cekung.
Cir – Ciri Khusus
  • Daun Trubus . bentuk daun trubus pada motif ini kebanyakan berbentuk bongkok. Daun trubus ini biasanya tumbuh dimuka benangan dan terhenti dibawah ikal daun, seolah olah menahgan ikal duan tersebut.
  • Pecahan. dalam motif ini berbentuk pecahan cawen.Disamping pecahan cawen juga terdapat pecahan garis yang terdapat pada bagian yang menarik dari bentuk daun motif ini.
Sejarah  kesenian ukir Jepara
Asal nama Jepara berasal dari perkataan Ujung Para, Ujung Mara dan Jumpara yang kemudian menjadi Jepara, yang berarti sebuah tempat pemukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah. Menurut buku “Sejarah Baru Dinasti Tang (618-906 M)” mencatat bahwa pada tahun 674 M seorang musafir Tionghoa bernama I-Tsing pernah mengunjungi negeri Holing atau Kaling atau Kalingga yang juga disebut Jawa atau Japa dan diyakini berlokasi di Keling, kawasan timur Jepara sekarang ini, serta dipimpin oleh seorang raja wanita bernama Ratu Shima yang dikenal sangat tegas.Menurut seorang penulis Portugis bernama Tome Pires dalam bukunya “Suma Oriental”, Jepara baru dikenal pada abad ke-XV (1470 M) sebagai bandar perdagangan yang kecil yang baru dihuni oleh 90-100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur dan berada dibawah pemerintahan Demak. Kemudian Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus (1507-1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara menjadi kota niaga. Pati Unus dikenal sangat gigih melawan penjajahan Portugis di Malaka yang menjadi mata rantai perdagangan nusantara. Setelah Pati Unus wafat digantikan oleh ipar Faletehan /Fatahillah yang berkuasa (1521-1536). Kemudian pada tahun 1536 oleh penguasa Demak yaitu Sultan Trenggono, Jepara diserahkan kepada anak dan menantunya yaitu Ratu Retno Kencono dan Pangeran Hadiri suami. Namun setelah tewasnya Sultan Trenggono dalam Ekspedisi Militer di Panarukan Jawa Timur pada tahun 1546, timbulnya geger perebutan tahta kerajaan Demak yang berakhir dengan tewasnya Pangeran Hadiri oleh Aryo Penangsang pada tahun 1549. Kematian orang-orang yang dikasihi membuat Ratu Retno Kencono sangat berduka dan meninggalkan kehidupan istana untuk bertapa di bukit Danaraja. Setelah terbunuhnya Aryo Penangsang oleh Sutowijoyo, Ratu Retno Kencono bersedia turun dari pertapaan dan dilantik menjadi penguasa Jepara dengan gelar NIMAS RATU KALINYAMAT. Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat (1549-1579), Jepara berkembang pesat menjadi Bandar Niaga utama di Pulau Jawa, yang melayani eksport import. Disamping itu juga menjadi Pangkalan Angkatan Laut yang telah dirintis sejak masa Kerajaan Demak. Sebagai seorang penguasa Jepara, yang gemah ripah loh jinawi karena keberadaan Jepara kala itu sebagai Bandar Niaga yang ramai, Ratu Kalinyamat dikenal mempunyai jiwa patriotisme anti penjajahan. Hal ini dibuktikan dengan pengiriman armada perangnya ke Malaka guna menggempur Portugis pada tahun 1551 dan tahun 1574. Adalah tidak berlebihan jika orang Portugis saat itu menyebut sang Ratu sebagai “RAINHA DE JEPARA”SENORA DE RICA”, yang artinya Raja Jepara seorang wanita yang sangat berkuasa dan kaya raya. Serangan sang Ratu yang gagah berani ini melibatkan hampir 40 buah kapal yang berisikan lebih kurang 5.000 orang prajurit. Namun serangan ini gagal, ketika prajurit Kalinyamat ini melakukan serangan darat dalam upaya mengepung benteng pertahanan Portugis di Malaka, tentara Portugis dengan persenjataan lengkap berhasil mematahkan kepungan tentara Kalinyamat.
Namun semangat Patriotisme sang Ratu tidak pernah luntur dan gentar menghadapi penjajah bangsa Portugis, yang di abad 16 itu sedang dalam puncak kejayaan dan diakui sebagai bangsa pemberani di Dunia. Dua puluh empat tahun kemudian atau tepatnya Oktober 1574, sang Ratu Kalinyamat mengirimkan armada militernya yang lebih besar di Malaka. Ekspedisi militer kedua ini melibatkan 300 buah kapal diantaranya 80 buah kapal jung besar berawak 15.000 orang prajurit pilihan. Pengiriman armada militer kedua ini di pimpin oleh panglima terpenting dalam kerajaan yang disebut orang Portugis sebagai “QUILIMO”. Walaupun akhirnya perang kedua ini yang berlangsung berbulan-bulan tentara Kalinyamat juga tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka, namun telah membuat Portugis takut dan jera berhadapan dengan Raja Jepara ini, terbukti dengan bebasnya Pulau Jawa dari Penjajahan Portugis di abad 16 itu.
Sebagai peninggalan sejarah dari perang besar antara Jepara dan Portugis, sampai sekarang masih terdapat di Malaka komplek kuburan yang di sebut sebagai Makam Tentara Jawa. Selain itu tokoh Ratu Kalinyamat ini juga sangat berjasa dalam membudayakan SENI UKIR yang sekarang ini jadi andalan utama ekonomi Jepara yaitu perpaduan seni ukir Majapahit dengan seni ukir Patih Badarduwung yang berasal dari Negeri Cina.
Kabupaten Jepara, adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di barat dan utara, Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus di timur, serta Kabupaten Demak di selatan. Wilayah Kabupaten Jepara juga meliputi Kepulauan Karimunjawa, yang berada di Laut Jawa. Kabupaten Jepara terletak di pantura timur Jawa Tengah, dimana bagian barat dan utara dibatasi oleh laut. Bagian timur wilayah kabupaten ini merupakan daerah pegunungan.
Lokasi sentra produksi kerajinan ukir meliputi daerah-daerah : Pecangaan, Kedung, Tahunan, Mlonggo, Jepara. Desa yang memproduksi meliputi : Pulau Darat, Kerso, Langon, Krapyak, Mantingan, Kawak, Mambak, Wonorejo, Senenan, Petekeyan, Bulungan, Pingko, Tegalsambi, Sukodono.
B. Sebaran dan Sentra Industri Kayu
     di Jawa Tengah
Furniture dari Jawa Tengah (furniture Central Java) sudah terkenal sejak lama baik karena kualitas, seni maupun harganya yang kompetitif. Banyak konsumen baik dalam maupun luar negeri yang memesan furniture antik, walaupun dibuat baru atau repro furniture, namun diproses seolah-olah merupakan produk kuno (antik).
Ada pula produk furniture yang dibuat dari bonggol (tunggak) pohon yang dengan sentuhan-sentuhan seni berubah menjadi produk furniture yang sangat menarik dan memiliki nilai jual tinggi. Corak dan gaya konvensional dan modern juga berkembang pesat bersamaan dengan meningkatnya permintaan untuk kebutuhan perkantoran
dan hotel yang pembangunannya tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir ini, baik di dalam maupun luar negeri. Produksi furniture Jawa Tengah berkembang dan tumbuh pesat seiring dengan permintaan yang meningkat dari dalam maupun luar negeri, baik desain, konstruksi, corak maupun pewarnaannya. Sebagian besar bahan utamanya terbuat dari kayu, dan saat ini makin bervariasi karena bahan bakunya tidak lagi semata-mata kayu jati saja, namun mulai banyak menggunakan kayu mahoni dan jenis lain, serta bahan logam.
Sentra-sentra produksi furniture di Jawa Tengah sendiri tersebar di Kota Semarang, Kabupaten Jepara, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Kudus, Kabupaten Rembang, Kabupaten Blora, dan Kabupaten Sragen. Pendekatan keruangan merupakan suatu cara pandang atau kerangka analisis yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan. Eksisitensi ruang dalam perspektif geografi dapat dipandang dari struktur (spatial structure), pola (spatial pattern), dan proses (spatial processess) (Yunus, 1997).  Pola persebaran kesenian ukir di Jawa Tengah adalah kenampakan titik (point features). Dimana masing-masing titik tadi memiliki karakteristik dan kekhasan masing-masing.
Industri furniture Jawa Tengah khususnya produk furniture yang berasal dari Jepara memiliki keunikan-keunikan yang mengakar dari budaya tradisional yang sekaligus menjadi daya jual ke pasar ekspor, yaitu :
(1) Motif design dengan karakteristik ukiran/patahan,
(2) Kayu jati sebagai bahan baku utamanya.
Selain Jepara sebagai sentra industri furniture di Propinsi Jawa Tengah dalam skala yang lebih kecil juga adalah di Sukoharjo, dan Semarang. Ketiga sentra industri furniture ini cenderung berdiri sendiri-sendiri atau kurang memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya.
Menurut Gustami (1991:46) ada beberapa permasalahan umum pengembangan industri furniture kayu di Jepara dan Sukoharjo adalah sebagai berikut :
1) Permasalahan Sumber Daya Manusia
Kurang memadainya wawasan dan visi kewirausahaan dari para pemilik dan Top management di industri-industri furniture kayu, akibat rendahnya tingkat pendidikan secara umum.
Lingkungan Sosial masyarakat lebih mengutamakan proses belajar anak-anaknya secara informal, misalnya dengan merantau ke daerah lain.
Terbatasnya jumlah sekolah lanjutan dan tinggi di sekitar Jepara, bahkan akses terhadap media belajar seperti toko buku pun sangat jarang.
2) Permasalahan Sosial Budaya dan Interaksi Sosial
Pada lima tahun terakhir resistensi masyarakat Jepara terhadap pengusaha luar negeri atau pengusaha lain yang memiliki modal lebih besar telah muncul ke permukaan dalam bentuk kekerasan atau hal lainnya. Padahal kenyataannya, ketergantungan pengusaha Jepara pada (khususnya) buyer asing sangat tinggi sehingga
apabila pengusaha-pengusaha asing ini benar-benar merelokasikan bisnisnya ke luar Jepara, pengusaha Jepara akan mengalami kesulitan untuk memasarkan produknya ke pasar luar negeri.
Dengan tingkat pendidikan yang tidak terlalu tinggi, budaya kerja para pengrajin Jepara sering kali dianggap rendah.
Struktur produsen furniture kayu di Jepara yang kebanyakan adalah industri kecil dan menengah yang pengetahuan tentang perlindungan hukum atas desain industrinya rendah.
Modus operandi lain dalam pencontekan desain adalah dengan membeli furniture-furniture yang hendak diantarkan dari pengerajin ke kolektor.
Permasalahan Situasi Sosial Politik dan Perdagangan Nasional dan Internasional
Citra politik nasional Negara Indonesia dimata internasional yang tidak mendukung
Pandangan internasional terhadap stabilitas keamanan nasional, termasuk dalam hal keamanan untuk berusaha yang hancur semenjak tahun 1997
Lemahnya citra jajaran pemerintahan dan penegak hukum di mata pelaku usaha.
3) Permasalahan Jaminan dan Kepastian Hukum
Tinggi dan beragamnya pungutan resmi maupun liar yang diberlakukan kepada para pelaku usaha
Masih belum jelasnya aspek penegakkan hukum oleh jajaran penegak hukum atas peniruan desain produk industri.
4) Permasalahan Permodalan
Kendala finansial menyebabkan pertumbuhan usaha bagi industri kecil dan rumahan terhambat oleh ketersediaan modal baik untuk investasi maupun modal kerja. Persoalan pertama di bidang keuangan adalah ketidak sesuaian antar penyediaan dana dengan kebutuhan industri kecil dan rumahan. Dukungan dana yang diberikan pemerintah dan atau perbankan tidak menggambarkan kondisi nyata aktivitas bisnis industri kecil
dan rumahan. Oleh karena tidak banyaknya Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang memanfaatkan sumbersumber dana formal. Persoalan kedua adalah rendahnya kemampuan penilaian terhadap industri kecil dan rumahan, ini akibat dari kurangnya pendekatan sistematis yang dilakukan oleh lembaga keuangan dalam menilai pembiayaan
industri kecil dan rumahan. Akibatnya, sebagian besar industri kecil dan rumahan digolongkan sebagai kelompok usaha yang tidak layak untuk mendapatkan pendanaan dari lembaga keuangan formal. Persoalan ketiga adalah kecenderungan memberikan resiko yang berlebihan kepada industri kecil dan rumahan. Struktur pembiayan dan pasar yang dianggap tidak menentu menempatkan industri kecil dan rumahan pada posisi yang beresiko tinggi dari segi pembiayaan. Persoalan keempat adalah tingginya biaya transaksi akibat dari terbatasnya penguasaan teknis pembiayaan industri kecil dan rumahan. Prosedur penilaian kelayakan kredit sangat rumit sehingga memerlukan waktu dan tenaga yang besar untuk mendapatkan kredit yang tidak besar. Persoalan kelima adalah tidak efektifnya mekanisme monitoring dan pengembalian pinjaman. Lembaga keuangan tidak memiliki mekanisme yang tepat (sederhana) untuk pemantauan dan pengumpulaan
pengembalian kredit. Persoalan keenam adalah rendahnya aksesibilitas industri kecil dan rumahan terhadap sumber pendanaan formal. Penyebaran industri kecil dan rumahan yang luas tidak diikuti oleh jaringan lembaga keuangan yang memadai sehingga informasi mengenai ketersediaan sumber-sumber keuangan juga terbatas.
Termasuk di sini adalah terbatasnyaa modal ventura bagi industri kecil dan rumahan
Persoalan ketujuh adalah tingginya bunga bank bagi pengadaan peralatan dan fasilitas usaha. Kondisi ini menyulitkan investasi industri kecil dan rumahan dalam perbaikan teknologi, pengembangan produk dan peningkatan skala usaha.




SIMPULAN

Indonesia adalah Negara yang majemuk, yang memiliki beraneka ragam bahasa, suku bangsa, agama, ras dan budaya. Salah satu unsur kebudayaan tersebut adalah kesenian ukir. Kesenian ukir di Jawa Tengah terdapat di kota Semarang, Klaten, Sukoharjo, Kudus, Rembang, Blora, sragen dan Jepara. Dengan Jepara sebagai pusatnya, seni ukir ini mengikuti pola persebaran yang membentuk titik.
Dimana titik-titik tersebut memiliki karakteristik dan keunikan masing-


masing. Permasalahan yang terjadi di Jepara dan Sukoharjo meliputi Permasalahan Sumber Daya Manusia, Permasalahan Sosial Budaya dan Interaksi Sosial, Permasalahan Jaminan dan Kepastian Hukum, dan Permasalahan Permodalan.



DAFTAR PUSTAKA

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah. Semarang, 2005.
Gustami. 1991. Penyebaran Tenaga Kerja Industri Furniture Kayu di Kabupaten
Jepara. Universitas Islam Yogyakarta. Yogyakarta, Desember 1991
Joyomartono, Mulyono. 1991. Perubahan Kebudayaan dan Masyarakat dalam  
Pembangunan. Semarang :IKIP Semarang Press
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta
Yunus, Hadi sabari. 2008. Konsep dan Pendekatan Geografi “Mamaknai Hakekat  
Keilmuannya”. Makalah dipresentasikan dalam seminar dan Sarasehan :
Substansi dan Kompetensi Geografi tahun 2008, di  Fakultas Geografi UGM
Yogyakarta, 18- 19 januari 2008.
Http:// www.indo-news.com/Subsribe.html

Rabu, 26 September 2012

Eksotisme Pantai Bandengan dimata Luthfi


Apa yang terlintas dipikiran Anda ketika mendengar Kota Jepara?pasti anda menjawab Kota Ukir, ya....jawaban  itu tidak salah, kemudian pantai apa saja yang terdapat di Jepara? Pantai Kartini, Pantai Pantai Mororejo, Pantai Pailus, Pantai Bondo, teluk awur, dan Pantai Bandengan. Pantai yang terakhir ini memang sudah tidak asing lagi ditelinga kita, ya...nama Pantai Bandengan telah akrab ditelinga masyarakat Jepara  dan daerah sekitarnya, bahkan sampai terdengar keluar kota. Pantai Bandengan pertama kali diberikan oleh putra Sunan Muria yaitu Amir Hasan saat akan berpergian mengembangkan ilmu agama ke Kepulauan Karimunjawa. Ketika sampai di pantai ini, mereka menemukan banyak Ikan Bandeng sehingga wilayah itu dinamakan Desa Bandengan. Pantai yang ada di desa tersebut akhirnya dinamakan Pantai Bandengan.  Anda dapat menikmati panorama pantai yang jernih dan berpasir putih. Selain itu, Anda juga dapat menikmati rimbunnya pepohonan pandan atau pohon perdu di sepanjang pesisir Pantai Bandengan Jepara atau yang dikenal juga sebagai Pantai Tirta Samudera. Pantai Bandengan memiliki struktur pantai yang landai dan air yang jernih dan bersih. Karena itu pantai ini cocok untuk menjadi tempat wisata pantai seperti berenang, bermain voli pantai, berperahu, atau sekadar bersepeda di pinggir pantai.
Selain itu, kondisi pantai utara Jawa relatif tenang membuat pantai ini relatif aman untuk menikmati permainan di pinggir laut maupun berenang. Bahkan pada saat Anda mencelupkan diri ke air laut yang bening, Anda dapat melihat ikan-ikan kecil sedang berlarian di dasar air laut.
Pantai Bandengan sering dikunjungi karena suasana alamnya yang unik. Anda dapat menemukan suasana pantai pasir putih yang luas. Kemudian Anda juga dapat menikmati keindahan air laut yang jernih. Serta yang menarik adalah hamparan pepohonan yang rimbun dan hijau di sekitar pantai. Tentu ini membuat suasana di Pantai Bandengan begitu sejuk dan nyaman. Keindahan pantai di sini mampu menyaingi keindahan pantai di Bali.
Anda juga dapat mengunjungi pulau di tengah laut dari Pantai Bandengan. Pulau yang dapat Anda kunjungi dari sini yaitu Pulau Panjang. Di pulau ini Anda dapat menyaksikan kekayaan alam yang indah yaitu flora dan fauna yang menarik. Anda dapat mengunjungi pulau ini dengan biaya yang relatif murah. Anda juga dapat berkeliling pantai dengan menyewa perahu atau kapal yang siap mengajak Anda berkeliling pantai sambil menikmati keindahan alam di Pantai Bandengan.
Seusai menikmati berbagai permainan yang menyenangkan di Pantai Bandengan hingga menjelang senja, tibalah saatnya Anda menikmati pertunjukkan yang memukau di pantai ini. Ini adalah pertunjukkan alam yang menakjubkan, yaitu proses terbenamnya matahari atau sunset. Anda dapat mengagumi keindahan matahari saat menuju perhentiannya di senja hari. Pantulan cahaya matahari yang meredup terlihat di air laut dengan ombak yang tenang di Pantai Bandengan ini. Momen seperti ini sering diabadikan oleh para fotografer yang kebetulan mampir di Pantai Bandengan Jepara.
Anda juga dapat menikmati panorama matahari terbenam atau sunset ini sambil menikmati makanan yang disajikan di restoran yang ada di bibir Pantai Bandengan.Kalau budget anda kurang untuk mengcover menu makanan yang ada di restoran anda bisa ke warung Bu Gipah yang harganya pas untuk kantong saudara. disitu disajikan menu masakan yang tidak kalah rasanya dibandingkan dengan menu direstoran.
Obyek wisata Pantai Bandengan tidak sulit untuk dikunjungi. Pemerintah Kabupaten Jepara telah menyediakan fasilitas jalan yang baik serta transportasi yang mudah menuju obyek wisata Pantai Bandengan. Jadi, jika Anda sedang berada di Jawa Tengah, tidak ada salahnya Anda mampir ke Jepara. Sambil melihat keindahan ukiran khas Jepara, Anda juga dapat mampir ke obyek wisata andalan Kabupaten Jepara yaitu Pantai Bandengan atau yang juga dikenal sebagai Pantai Tirta Samudera.

Selasa, 25 September 2012

Luthfi at PARIS VAN JOGJA

Luthfi and friend (Alumni SDN Kaliombo Angkatan 1994) menghabiskan liburan ke Jogjakarta. Setelah lama menempuh perjalan dari Jepara ke Jogjakarta akhirnya penantian kita pun terbyar lunas ketika sampai di tempat tujuan. Malioboro, dan Keraton menjadi menu pertama plesiran kali ini. dan yang terakhir tentunya adalan pantai Parangtritis. Pantai Parangtritis terletak 27 km selatan Kota Jogja dan mudah dicapai dengan transportasi umum yang beroperasi hingga pk 17.00 maupun kendaraan pribadi. Sore menjelang matahari terbenam adalah saat terbaik untuk mengunjungi pantai paling terkenal di Yogyakarta ini. Namun bila Anda tiba lebih cepat, tak ada salahnya untuk naik ke Tebing Gembirawati di belakang pantai ini. Dari sana kita bisa melihat seluruh area Pantai Parangtritis, laut selatan, hingga ke batas cakrawala.
. Belum banyak orang tahu bahwa di sebelah timur tebing ini tersembunyi sebuah reruntuhan candi. Berbeda dengan candi lainnya yang terletak di daerah pegunungan, Candi Gembirawati hanya beberapa ratus meter dari bibir Pantai Parangtritis. Untuk menuju candi ini, kita bisa melewati jalan menanjak dekat Hotel Queen of the South lalu masuk ke jalan setapak ke arah barat sekitar 100 meter. Sayup-sayup gemuruh ombak laut selatan yang ganas bisa terdengar dari candi ini.
Pantai Parangtritis sangat lekat dengan legenda Ratu Kidul. Banyak orang Jawa percaya bahwa Pantai Parangtritis adalah gerbang kerajaan gaib Ratu Kidul yang menguasai laut selatan. Hotel Queen of the South adalah sebuah resort mewah yang diberi nama sesuai legenda ini. Sayangnya resort ini sekarang sudah jarang buka padahal dulu memiliki pemandangan yang sanggup membuat kita menahan nafas.
Setelah  lelah jalan-jalan disekitar pantai kita pun asyik menyantap makan dan minuman disana, salah satunya yaitu WEDANG RONDE yang semakin nikmat ketika diminum saat cuaca dingin.acara foto-foto juga tidak dillewatkan oleh Luthfi CS karena foto merupakan suatu bukti otentik kalu kita telah melalukan suatu kegiatan.
Sore pun menjelang ketika matahari sudah condong ke barat dan cuaca cerah, tibalah saatnya untuk bersenang-senang. Meskipun pengunjung dilarang berenang, Pantai Parangtritis tidak kekurangan sarana untuk having fun. Di pinggir pantai ada persewaan ATV (All-terrain Vechile), tarifnya sekitar Rp. 50.000 - 100.000 per setengah jam. Masukkan persneling-nya lalu lepas kopling sambil menarik gas. Brrrrooom, motor segala medan beroda 4 ini akan melesat membawa Anda melintasi gundukan pasir pantai.
Baiklah, ATV mungkin hanya cocok untuk mereka yang berjiwa petualang. Pilihan lain adalah bendi. Menyusuri permukaan pasir yang mulus disapu ombak dengan kereta kuda beroda 2 ini tak kalah menyenangkan. Bendi akan membawa kita ke ujung timur Pantai Parangtritis tempat gugusan karang begitu indah sehingga sering dijadikan spot pemotretan foto pre-wedding. Senja yang remang-remang dan bayangan matahari berwarna keemasan di permukaan air semakin membangkitkan suasana romantis.
Pantai Parangtritis juga menawarkan kegembiraan bagi mereka yang berwisata bersama keluarga. Bermain layang-layang bersama si kecil juga tak kalah menyenangkan. Angin laut yang kencang sangat membantu membuat layang-layang terbang tinggi, bahkan bila Anda belum pernah bermain layang-layang sekalipun.
Masih enggan untuk pulang walau matahari sudah terbenam? Tak lama lagi beberapa penjual jagung bakar akan menggelar tikar di pinggir pantai, kita bisa nongkrong di sana hingga larut malam. Masih juga belum mau pulang? Jangan khawatir, di Pantai Parangtritis tersedia puluhan losmen dan penginapan dengan harga yang terjangkau.

Senin, 24 September 2012

Tradisi "WEWEH" di Desa Kaliombo, Pecangaan, Jepara


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar belakang
Idhul Fitri merupakan hari raya bagi umat islam. Dan merupakan hari kemenangan, kemenangan dari hawa nafsu setelah kita melaksanakan puasa ramadhan. Sebelum merayakan hari kemenangan, kita melaksanakan puasa selama satu bulan penuh. Di bulan yang penuh berkah ini, kita hendaknya memperbanyak amal shaleh seperti saling berbagi, saling membantu, dan saling memberi.
Di desa Kaliombo, masyarakat sangat antusias menyambut hari raya Idhul Fitri. Sebelum hari raya Idhul Fitri tiba, masyarakat telah mempersipakan segala kebutuhan yang berkaitan dengan Idhul Fitri seperti makanan, kue, pakaian dan lain-lain. Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga memerlukan bantuan orang lain dalam rangka untuk memenuhi kebutuhannya. Masyarakat Kaliombo yang terdiri dari individu-individu yang berbeda latar belakang sosial dan ekonominya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya juga saling ketergantungan satu sama lain. Menjelang Idhul Fitri, kebutuhan seseorang akan meningkat dan mendesak untuk segera dipenuhi. Untuk menghadapi keadaan seperti ini setiap individu saling membantu satu dengan yang lain dengan cara pertukaran. Menurut Cook (1973:823) pertukaran merupakan konsep yang berhubungan dengan sosok-sosok tentang pengubahan barang atau jasa tertentu dari individu-individu atau kelompok-kelompok, dan pengubahan ini dilakukan dengan cara memindahkan barang atau jasa kepada individu-individu atau kelompok-kelompok lain guna mendapatkan barang atau jasa yang dibutuhkan. Sehingga di desa Kaliombo satu minggu sebelum Idhul fitri, Ibu-Ibu memasak masakan yang akan diberikan kepada kerabat dan tetangganya. Masakan tersebut didalamnya terdapat nasi, telur, sayuran dan lain-lain. Kegiatan membagi-bagikan atau memberikan makanan kepada orang lain di desa Kaliombo dikenal dengan sebutan “weweh”. Kegiatan seperti ini sudah puluhan tahun dilaksanakan yaitu setiap setahun sekali menjelang Idhul Fitri. Kegiatan tersebut telah menjadi tradisi maasyarakat setempat.
B. Permasalahan.
Dari latar belakang tersebut, terdapat beberapa permasalahan antara lain :
1.Bagaimana pandangan masyarakat Kaliombo tentang weweh ?
2.Apa saja manfaat weweh bagi masyarakat Kaliombo ?


BAB II
PEMBAHASAN

1.Pandangan masyarakat Kaliombo tentang weweh.
            Desa Kaliombo terletak di Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara. Sebagian besar masyarakat masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani. Dan sebagian yang lain bekerja sebagai buruh pabrik, padagang, wiraswata dan PNS. Seluruh masyarakat atau penduduk desa Kaliombo beragama Islam. Aktivitas keagamaan di desa ini berjalan dengan baik. Hal ini ditunjang dengan keberadaan fasilitas keagamaan seperti Mushola yang berjumlah enam buah, dan sebuah Masjid. Seluruh aktivitas dan perilaku masyarakat didasarkan pada nilai-nilai dan norma-norma agama.
            Di desa kaliombo terdapat suatu tradisi masyarakat yang telah berlangsung lama yang dilaksanakan masyarakat menjelang Idhul Fitri. Tradisi ini dikenal dengan nama “weweh”yaitu setiap keluarga memberiakn makanan berupa nasi, telur, dan lauk pauk kepada tetangga dan kerabat. Hampir seluruh masyarakat melakukan kegiatan tersebut. Sehingga saling terjadi pertukaran barang (makanan) diantara masyarakat. Ada masyarakat yang bertindak sebagai pemberi dan ada yang sebagai penerima. Dalam Antropologi Ekonomi kegiatan masyarakat tersebut disebut resiprositas, yaitu pertukaran timbal balik antar individu atau antar kelompok. Menurut Polanyi (1968:10) resiprositas adalah rasa timbal balik (resiprokal) sangat besar yang difasilitasi oleh bentuk simetri institusional, ciri utama organisasi orang-orang yang terpelajar.
            Di masyarakat Kaliombo, tradisi weweh ini dilakukan oleh siapapun, tidak memandang seseorang itu mempunyai kedudukan atau jabatan, seseorang itu mempunyai kekayaan dan lain sebagainya. Buruh memberikan makanan (weweh) kepada sang majikan. Begitu juga sebaliknya seorang majikan memberikan makanan (weweh) kepada buruh (bawahan). Kegiatan atau tradisi ini dapat berlangsung karena diantara masyarakat terdapat hubungan simetris. Hubungan simetris yaitu hubungan sosial, dengan masing-masing pihak menempatkan diri dalam kedudukan dan peranan yang sama ketika proses pertukaran berlangsung. Masyarakat desa yang mempunyai karakteristik tersendiri seperti gotong royong, kekeluargaan, hubungan intim atau hubungan personel yang kuat akan menunjang resiprositas yang terdapat di masyarakat.
            Keberadaan resiprositas juga ditunjang oleh stuktur masyarakat yang egaliter (Halperin dan Dow,1978:122), yaitu  ditandai oleh rendahnya tingkat stratifikasi sosial, sedangkan kekuatan politik relative terdistribusi merata dikalangan warganya. Stuktur masyarakat yang egaliter ini memberi kemudahan bagi warganya untuk menempatkan diri dalam kategori sosial yang sama ketika mengadakan kontrak resiprositas. Masyarakat Kaliombo yang sebagian besar bermatapencaharian sebagiai petani, menunjukkan tingkat ekonomi masyarakat relative sama. Sehingga stratifikasi sosial di desa Kaliombo rendah.
            Tradisi weweh yang dilakukan oleh masyarakat Kaliombo setiap setahun satu kali ini merupakan resiprositas yang relativ pendek. Dikatakan pendek karena proses tukar menukar barang atau jasa dilakukan dalam jangka waktu tidak lebih dari satu tahun. Hal ini dapat dilihat bahwa tradisi weweh dilaksanakan selam bulan ramadhan dan mencapai puncaknya pada saat tujuh hari sebelum lebaran. Biasanya ketika suatu keluarga diberi weweh oleh keluarga lain, maka keluarga tersebut akan membalas memberikan weweh kepada keluarga yang memberi itu pada saat itu juga ataupun selang satu atau dua hari sesudahnya.
            Masyarakat Kaliombo memandang tradisi weweh ada beberapa pandangan :
  1. Bahwa tradisi weweh merupakan bagian dari shodaqoh. Bagi masyarakat Kaliombo yang mayoritas beragama islam, weweh merupakan salah satu bentuk pemberian dari seseorang kepada orang lain. Tujuan utama dari pemberian itu adalah mendapat pahala, bukan untuk mendapatkan penghargaan atau sanjungan dari orang lain. Hal ini disesuaikan dengan momen (waktu) ramadhan. Dengan berbuat baik kepada orang lain dengan cara memberi akan meringankan beban hidup orang lain.
  2. Sebagian masyarakat memandang tradisi weweh merupakan resiprositas umum, dimana individu atau kelompok memberikan barang atau jasa kepada individu atau kelompok lain tanpa menentukan batas waktu pengembaliannya. Disini masing-masing pihak percaya bahwa mereka akan saling memberi, dan percaya bahwa barang atau jasa yang diberikan akan dibalas entah kapan waktunya. System resiprositas umum biasanya berlaku dilapangan orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat dekat (Swartz dan Jordan, 1976 : 477-478). Di Kaliombo weweh diberikan kepada kerabat baik kerabat dekat maupun kerabat jauh yang masih mempunyai hubungan keluarga (genetis). Sedangkan weweh yang diberikan kepada tetangga atau teman itu mempunyai makna simbolik dari hubungan kesetiakawanan atau cinta kasih. Resiprositas yang digunakkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah resiprositas simbolik. Menurut Arnold Rose (dalam buku Ritzer, 2003:54) manusia berada dalam lingkungan simbol-simbol memberikan tanggapan terhadap symbol itu yang berupa fisik. Manusia memiliki kemampuan untuk menginterpretasikan simbol-simbol secara verbal melalui pemakaian bahasa serta memahami makna dibalik simbol.
  3. Sebagian masyarakat yang lain memandang tradisi weweh merupakan bentuk resiprositas sebanding. Orang memberikan weweh kepada orang lain mengharapkan balasan dengan barang atau jasa yang sebanding. Seseorang tetap berharap apa yang diberikan kepada orang lain akan kembali lagi. Dengan kata lain individu-individu yang terlibat dalam resiprositas tersebut tidak mau rugi. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa individu-individu atau kelompok-kelompok yang melakukan pertukaran bukan sebagai satu unit sosial, melainkan sebagai unit-unit sosial yang otonom.
Menurut Ritzer, jika seseorang membutuhkan sesuatu dari orang lain, tetapi tidak dapat memberikan apapun yang sebanding sebagai tukarannya, maka akan tersedia empat kemungkinan.
1)      Orang itu dapat memaksa orang lain untuk membantunya
2)      Orang itu mencari sumber lain untuk memnuhi kebutuhannya
3)      Orang itu terus bergaul dengan baik tanpa mendapatkan apa yang dibutuhkannya dari orang lain.
4)      Orang itu menundukkan diri terhadap orang lain dan dengan demikian memberikan orang lain itu penghargaan yang sama dalam hubungan antar mereka.





2. Manfaat weweh bagi masyarakat desa Kaliombo
            Tradisi weweh yang merupakan bentuk resiprositas yang berada di desa memberikan beberapa manfaat bagi masyarakat antara lain.
  1. Weweh merupakan suatu bentuk bantuan dari seseorang kepada orang lain dalam rangka memnuhi kebutuhan hidupnya.
  2. Weweh merupakan salah satu bentuk sedekah yang akan memberikan manfaat bagi yang memberi dan orang yang diberi.
  3. Membina solidaritas sosial dan menjamin kebutuhan ekonomi sekaligus mengurangi resiko kehilanag yang dipertukarkan.
  4. Bagi orang yang memberi weweh, akan meningkatkan status atau kedudukan orang tersebut di masyarakat. 

BAB III
 PENUTUP


A. Kesimpulan.
            1. Tradisi weweh merupakan salah satu bentuk resiprositas
            2. Masyarakat kaliombo memandang weweh sebagai sedekah, resiprositas umum
                dan resiprositas sebanding.
      3.Tradisi weweh di desa Kaliombo mempunyai berbagai manfaat bagi
               Masyarakat